IMIDL-5 Fakta seputar pesawat N219 buatan anak negeri
5 Fakta seputar pesawat N219 buatan anak negeri
IMIDL : Industri penerbangan dan kedirgantaraan di
Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad. Namun, kiprah dan
cemerlangnya industri ini dikenal saat era kepemimpinan Presiden Soeharto.
Saat itu Indonesia punya catatan membanggakan di bidang kedirgantaraan. Di
bawah komando BJ Habibie, putra-putri terbaik Indonesia sukses merancang
dan membuat pesawat yang kemudian dikenal dengan nama pesawat
N250 Gatot Kaca.
Setelah itu ada pesawat turboprop N250 yang dirancang BJ
Habibie pada akhir 1990-an. Namun gagal dikembangkan dan sampai sekarang
mangkrak di PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Itu terjadi saat krisis moneter di
akhir 1997-1998.
BUMN yang dulu bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara
(IPTN) gagal mendapat pendanaan dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk
menuntaskan pesawat turboprop N250. Padahal, jika dikembangkan, pesawat sipil
berkapasitas 60-80 penumpang digadang-gadang menjadi pesaing ATR, pesawat
terbang buatan Prancis-Italia.
Setelah sekian lama tertidur, ambisi untuk mengembangkan
pesawat oleh anak negeri kembali menggeliat. PT Dirgantara Indonesia (DI)
kembali tergugah melanjutkan kesuksesan pembuatan pesawat lokal, PT DI
menandatangani perjanjian kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN). Kerja sama ini meliputi perancangan dan pembiayaan
pengembangan pesawat N219.
Penandatanganan dilakukan di Kantor Pusat LAPAN, Rawamangun,
Jakarta Timur. Penandatanganan kerja sama ini dilakukan langsung oleh Direktur
Utama PT DI Budi Santoso dan Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin
"Ini merupakan sejarah baru sebagai sinergi antar
lembaga dalam mendukung kemajuan industri dirgantara di Indonesia," ucap
Budi saat acara penandatanganan di Jakarta.
Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin mengatakan rancang bangun
pembuatan N219 merupakan bagian pemersatu bangsa di bidang transportasi udara
dan sebagai bukti kemampuan anak bangsa dalam menguasai dan mengembangkan
teknologi pesawat.
Rencananya, integrasi komponen pesawat akan dilaksanakan
pada 2015 ditandai dengan roll out pesawat pertama. Bagaimana spesifikasi
pesawat buatan putra putri Indonesia itu? Pesawat berkapasitas 19 tempat duduk
ini cocok untuk penerbangan perintis. Pesawat ini tergolong mudah dan sederhana
dalam proses perawatannya.
N219 memiliki konfigurasi yang dapat diubah dengan cepat,
biaya operasi rendah, bersertifikasi dasar CASR 23 dan menggunakan sepasang
mesin PT6A-42 yang masing-masing berkekuatan 850 daya kuda.
Dari keterangan yang diperoleh merdeka.com, pesawat ini
dirancang untuk mengangkut penumpang maupun kargo. Pesawat ini memiliki volume
kabin terbesar di kelasnya dan pintu yang fleksibel.
N219 mampu lepas landas dan mendarat dalam jarak pendek atau
hanya memerlukan landasan 500 hingga 600 meter. Pesawat ini juga dilengkapi
dengan alat bantu navigasi sehingga mampu lepas landas dan mendarat di bandara
bandara perintis dengan peralatan minimal.
Selain kelebihan-kelebihan itu, IMIDL mencatat
fakta-fakta lain seputar pesawat N219 buatan anak negeri. Berikut paparannya.
1. Terbang dua tahun lagi
Direktur Utama PT DI Budi Santoso mengatakan, saat ini pesawat
N219 telah selesai tahap preliminary design/desain awal atau estimasi jenis
material, mutu material, serta dimensi material yang akan digunakan untuk
membentuk struktur. Setelah itu akan memasuki detail design, kemudian memasuki
pembuatan komponen.
"Rencananya, integrasi pesawat akan dilaksanakan
pada 2016 ditandai dengan roll out pesawat pertama. N219 akan terbang perdana
pada 2016," katanya.
Direktur Komersial dan Restrukturisasi PT DI, Budiman Saleh,
mengatakan, ?rentang waktu antara pengenalan prototipe dengan penerbangan
perdana biasanya dalam rentang waktu maksimal satu tahun. Sehingga,
diperkirakan awal 2016 pesawat N219 bisa langsung diantarkan ke maskapai
pemesan.
2. Masih andalkan impor
Direktur Pengembangan Teknologi PT Dirgantara Indonesia (PT
DI), Andi Alisjahbana, mengakui 40 persen komponen pesawat N219 masih
didatangkan dari luar negeri alias impor. Salah satu komponen yang pasti
diimpor adalah bagian mesin.
Meski begitu, Andi menyebut pesawat N219 adalah
pesawat buatan PT DI yang paling banyak menggunakan komponen lokal. Pihaknya
terus berusaha agar rancangan dan komponen bisa dihadirkan dari dalam negeri.
"Ini komponen lokal tertinggi pesawat kita, target kita
itu menuju 60 persen produk lokal," ucap Andi di kantor pusat LAPAN, Jakarta
Komponen pesawat lokal N219 jauh lebih besar dibandingkan
pesawat CN250 yang telah dulu beroperasi. Pada CN250 komponen impor masih
sangat banyak di mana mulai dari komponen mesin hingga kaca pesawat.
"Semua di CN219 kita ingin lebih, kita ingin roda
mendarat buatan Indonesia, belum tentu PT DI yang buat tapi bisa saja sub
kontraktor. CN 250 dulu kacanya saja kita impor," akunya.
Impor mesin pesawat CN219, lanjutnya, diimpor dari pabrikan
Pratt and Whitney asal Kanada.?
3. Habiskan Rp 400 miliar
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)
menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 miliar untuk pengembangan pesawat
N219 bersama PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Dana ini akan digunakan untuk dua
tahun yaitu 2014 dan 2015.
Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan S Prabowo
mengatakan, tahun ini anggaran yang dihabiskan mencapai Rp 310 miliar.
Sedangkan sisanya atau sekitar USD 90 miliar akan digunakan untuk tahun depan.
"Komitmen kita tahun 2014 itu Rp 310 dan sisanya
2015," ucap Gunawan di kantor pusat Lapan, Jakarta
Dia menegaskan, anggaran ini diakui tidak digunakan untuk
kepentingan komersil atau mengambil keuntungan.
"Kita kan pusat teknologi penerbangan, dunia
penerbangan engineering kita improve kemampuan engga ada barangnya ya engga
bisa. Bagi enginer Lapan jadi wahana penelitian. Ada feedback kita masuk ke pesawat
terbang," tegasnya.
4. Sudah 200 pesawat dipesan
PT Dirgantara Indonesia (PT KAI) bersama Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (Lapan) menargetkan pesawat N 219 mengudara pada
2016. Itu artinya, pesawat buatan anak negeri tersebut ditargetkan lolos
sertifikasi paling lambat tahun tersebut.
Kepala Program N 219 Lapan Agus Aribowo mengatakan walau
masih dalam tahap pengembangan, pesawat tersebut sudah banyak di pesan.
Pemesannya beragam, mulai dari maskapai penerbangan, pemerintah daerah, hingga
negara tetangga.
Berikut rinciannya:
1. Maskapai Lion Air 100 unit
2. Nusantara Buana Air 30 unit
3. Pemda Papua dan Papua Barat 15 unit
4. Pemda Aceh 6 unit
5. Pemda Sulawesi 6 unit
6. Pemda Riau 4 unit
7. Thailand (Nomad) pengawas pantai sebanyak 18 unit dan cadangan 2 unit
8. TNI AL (Nomad) 1 skuadron 9-15 pesawat.
Berikut rinciannya:
1. Maskapai Lion Air 100 unit
2. Nusantara Buana Air 30 unit
3. Pemda Papua dan Papua Barat 15 unit
4. Pemda Aceh 6 unit
5. Pemda Sulawesi 6 unit
6. Pemda Riau 4 unit
7. Thailand (Nomad) pengawas pantai sebanyak 18 unit dan cadangan 2 unit
8. TNI AL (Nomad) 1 skuadron 9-15 pesawat.
5. Lebih unggul dari otter twin
Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana
mengatakan, harga satu pesawat ini sekitar USD 4,5 juta. Harga ini jauh
lebih murah dibandingkan pesawat sekelasnya yaitu twin otter yang
harganya mencapai USD 6-7 juta.
"Kalau di jual harganya sekitar USD 4,5 juta,"
ucap Andi di kantor pusat Lapan, Jakarta
Meski lebih murah, Andi mengklaim banyak kelebihan yang
melekat dalam pesawat N219 dibandingkan twin otter. Salah satunya dari sisi
desain. Desain pesawat twin otter sudah ketinggalan zaman.
"Twin otter itu dulu diproduksi bombardier, dan mereka
tidak produksi lagi kemudian sekarang dikembangkan perusahaan kecil. Desain
mereka tidak berubah dari tahun 1960. Kita desain era 2000-an," jelas
Andi.
Menurutnya, kemampuan pesawat N 219 dalam mengangkut barang
dan kargo juga melebihi kemampuan twin otter. Kemampuan N 219 500 Kilogram
lebih besar dibandingkan twin otter.
"Kemampuan kita lebih besar karena menggunakan
teknologi baru. Tapi kalau masalah fuel (bahan bakar) kira kira sama, tapi
kelebihannya kita loadnya lebih besar," tutupnya.
Komentar
Posting Komentar